Senin, 09 Desember 2013

BAB XII Kesimpulan setiap BAB


Kesimpulan setiap BAB

BAB I (Pengantar Ilmu Sosial Dasar)
Ilmu pengetahuan sosial dengan ilmu sosial dasar memiliki banyak kesamaan. Karena ilmu pengetahuan sosial merupakan ilmu yang mempelajari tentang pembentukan kedisiplinan untuk diri kita. Sehingga, ilmu pengetahuan sosial  sudah dipelajari oleh anak-anak sejak disekolah dasar. Karena merupakan dasar dari kehidupan diri sosial dan masih dapat berkembang sesuai dengan kedisplinan kita. Sedangkan Ilmu sosial dasar dipelajari pada tingkatan lebih lanjut yang diharapkan agar kita dapat memahami dan menyadari adanya kenyataan sosial, konsep sosial, dan masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Sehingga kita dapat membentuk sikap dan kepribadian untuk cepat tanggap dalam usaha menyelesaikan masalah-masalah sosial yang ada di lingkungan sekitar kita.

BAB II (Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan)
Penduduk, masyarakat, dan kebudayaan mempunyai sebuah konsep sosial yang saling terkait dan terikat. Setiap masyarakat tentunya memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Karena Negara Indonesia ini, merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan, suku,  dan bahasa. Hal inilah yang menjadi alasan untuk kita sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial agar saling dapat hidup berdampingan satu dengan lainnya. Dengan hidup saling berdampingan ini diharapkan agar terciptanya kedamaian di negara ini. Karena dari berbagai perbedaan yang ada sering sekali terjadi konflik atau masalah antar kelompok maupun perorangan didalam kehidupan sosial kita. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat harus saling menghormati dan menghargai kebudayaan kita yang berbeda-beda. Agar terciptanya perdamaian dan juga kedamaian di negara ini.

BAB III (Individu, Keluarga, dan Masyarakat)
Individu, keluarga, dan masyarakat ketiga hal ini saling berhubungan satu sama lainnya. Individu adalah seorang manusia yang memiliki ciri khas dalam dirinya masing-masing. Sifat inilah yang dapat membedakan setiap individu dengan individu lain. Sedangkan keluarga merupakan gabungan dari beberapa individu yang memiliki hubungan darah dimana mereka tinggal pada tempat yang sama. Karena manusia itu merupakan makhluk sosial yang pastinya setiap  individu memerlukan individu lainnya untuk melakukan aktivitas di lingkungannya. Jadi, manusia tidak akan lepas dari manusia lain. Oleh karena itu individu, keluarga, dan juga masyarakat harus saling berdampingan satu sama lainnya agar menjadi suatu hal yang positif pada aktivitas sosial setiap harinya.

BAB IV (Pemuda dan Sosialisasi)
Sekarang ini banyak sekali terlihat kasus-kasus yang menyimpang khususnya bagi para pemuda. Contohnya adalah banyak sekali pemuda yang menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), meningkatnya kasus kenakalan remaja, serta pergaulan bebas. Padahal banyak sekali hal positif yang dapat dihasilkan oleh para remaja muda ini. Pemuda merupakan hal penting dalam suatu bangsa. Karena pemuda adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan potensi-potensi bagi para pemuda. Cara mengembangkan potensi-potensi pemuda ini adalah melalui proses pembelajaran, yaitu dengan cara peningkatan mutu pembelajaran, meningkatkan keterampilan berpikir kritis, meningkatkan kemampuan untuk menguasai tekhnologi informasi, dan penanaman kemampuan (skill) untuk menghadapi kehidupan para pemuda tersebut dimasa mendatang.

BAB V (Warga Negara dan Negara)
Negara dan warga negara ini sangat berhubungan erat. Karena warga negara merupakan salah satu unsur yang mendukung adanya dari sebuah negara. Suatu negara memiliki tujuan yang sama. Dan juga memiliki kedudukan warga negara dimata hukum. Tidak boleh adanya perbedaan antar golongan. Karena setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Hal ini tercantum dalam UUD 1945. Jadi hukum yang ada pada setiap negara harus adil agar tidak ada perbedaan di mata suatu hukum. Negara juga membutuhkan pemerintah agar ada yang mengatur negara tersebut sehingga tercapainya tujuan dari negara tersebut.
Negara dan warga negara ini sangat berhubungan erat. Karena warga negara merupakan salah satu unsur yang mendukung adanya dari sebuah negara. Suatu negara memiliki tujuan yang sama. Dan juga memiliki kedudukan warga negara dimata hukum. Tidak boleh adanya perbedaan antar golongan. Karena setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Hal ini tercantum dalam UUD 1945. Jadi, hukum yang ada pada setiap negara harus adil agar tidak ada perbedaan di mata suatu hukum. Negara juga membutuhkan pemerintah agar ada yang mengatur negara tersebut sehingga tercapainya tujuan dari negara tersebut.

BAB VI (Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat)
Pelapisan sosial merupakan suatu bentuk penyimpangan. Karena dimata hukum semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sesama manusia harus saling menghargai hak mereka masing-masing. Walaupun ada perbedaan derajat ataupun status sosial, tapi sebagai makhluk sosilal kita memiliki hak yang sama. Bukan karena kita termasuk golongan elite atau tingkatan masyarakat yang tinggi kita dapat melanggar hukum atau aturan pemerintahan yang ada dan juga sebaliknya. Karena setiap warga negara memiliki hak asasi yang sama dan hak asasi ini tidak memandang status sosial maupun derajat sosial.

BAB VII (Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan)
Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama, saling berhubungan, dan saling mempengaruhi. Antara masyarakat pedesaan dan perkotaan ini memiliki suatu ikatan dan ketergantungan satu sama lain. Masyarakat perkotaan yang membutuhkan masyarakat pedesaan untuk bahan-bahan makanan, seperti; beras, sayuran, hewan, dan sebagainya. Sedangkan masyarakat desa juga membutuhkan peralatan yang canggih atau maju untuk memudahkan pekerjaan mereka. Hal inilah yang menyebabkan manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Dan tidak bisa hidup hanya dengan dirinya sendiri. Jadi, diperlukannya jiwa-jiwa saling tolong menolong diantara manusia.

BAB VIII (Pertentangan Sosial dan Integerasi Masyarakat)
      Negara Indonesia memiliki banyak keragaman Suku Bangsa, Kebudayaan, Agama, serta Bahasa. Keragaman suku ini biasanya menyebabkan timbulnya pertentangan sosial. Karena menganggap dirinya masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda dan juga menganggap dirinya dengan oranglain tidak berada dalam satu tujuan yang sama. Perbedaan suku, agama, dan kebudayaan ini sering sekali memicu perpecahan diantara golongan-golongan tersebut. Sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya berbeda-beda tetap satu jua. Bangsa atau Negara Indonesia seharusnya dapat saling menyatu walaupun adanya banyak perbedaan diantara masyarakat atau warga negara Indonesia. Sehingga masalah-masalah yang timbul karena perbedaan ini dapat diselesaikan. Banyak cara maupun upaya untuk menyelesaikan masalah kepentingan sosial ini, yakni; dengan adanya atau terjalinnya sebuah komunikasi antar kelompok yang membentuk sebuah jaringan agar dapat berkomunikasi, bertukar informasi, dan dapat saling menerima dan memberikan saran antara kelompok tersebut. Sehingga dapat terjalinnya komunikasi yang baik antar kelompok, agar tidak terjadi prasangka diskriminasi.

BAB IX (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan)
Saat ini Ilmu Pengetahuan Teknologi sudah sangat berkembang dengan pesat. Perkembangan tentang pengetahuan teknologi ini sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Khususnya, saat ini perkembangan teknologi yang pesat sangat membantu dan mempermudah kegiatan manusia dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dan juga, perkembangan teknologi ini bermanfaat untuk memenuhi rasa keingintahuan seorang manusia. Jika kita melihat contoh kasus sebelumnya, perkembangan pengetahuan tekhnologi yang sudah ada didunia belum dirasakan oleh bangsa ini. Negara Indonesia merupakan negara yang masih berkembang dengan tingkat kemiskinan yang masih sangat tinggi. Upaya wakil walikota DKI Jakarta ini, sangat membantu masyarakat yang masih berada digaris kemiskinan untuk merasakan kesehatan. Hal ini sangat membantu keadaan masyarakat yang masih kurang mampu tersebut.  

BAB X (Agama dan Masyarakat)
Agama merupakan suatu kepercayaan seseorang kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta suatu kaidah yang berhubungan dengan  manusia serta lingkungannya. Dengan adanya perbedaan  latar belakang sosial pada masyarakat, maka nilai dan sikap masyarakat itu sendiri akan berbeda juga.  Dengan adanya perbedaan ini maka akan timbul konflik antar masyarakat.  Konflik ini terjadi tidak hanya dengan agama yang berbeda melainkan bisa dari seseorang yang menganut agama yang ada. Hal ini sering sekali disebabkan  karena kurangnya dialog antar agama. Sehingga perlu dibukanya ruang publik untuk masyarakat berdialog bersama. Selain itu perlu adanya komunikasi antar agama agar dapat mempererat persahabatan dan kedamaian antar agama.

BAB XI Contoh Kasus Setiap BAB


Contoh Kasus Setiap BAB

·        BAB I ( Pengantar Ilmu Sosial Dasar)
Sekarang ini banyak sekali kasus kenakalan remaja yang terlihat. Seperti tawuran antar pelajar. Mereka berselisih hanya karena perbedaan pendapat saja. Hal ini sering mengakibatkan korban jiwa. Sudah seharusnya pertikaian seperti ini dapat dihentikan agar tidak merenggut korban jiwa.

·        BAB II (Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan)
Kasus perang sampit antara suku madura dan dayak. Dikarenakan adanya perbedaan pendapat diantara kedua suku ini yang terjadi di daerah sampit. Lalu pihak suku dayak meminta bantuan kepada suku dayak lainnya. Karena antar suku yang sama ini memiliki solidaritas yang tinggi maka terjadilah bentrok diantara kedua suku ini. Bentrok yang terjadi bukan hanya bentrok biasa, terjadinya pembantaian diantara kedua suku tersebut. Pertikaian ini mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang tewas akibat pembantaian yang terjadi di sampit, ratusan nyawa tak bersalah pun menjadi korban dalam perang suku itu tak terkecuali anak-anak.
Perang yang terjadi itu membuat suasana menjadi mencekam, banyak kepala-kepala yang lepas  dari tubuhnya akibat dipenggal oleh orang dari kedua belah pihak yang bertikai tersebut. Dengan menggunakan senjata tradisional Mandau, para warga bertikai saling membantai tanpa ada rasa belas kasihan kepada warga lain yang sebenarnya tidak terlibat dalam pertikaian yang terjadi itu. Masih kuatnya prinsip adat istiadat membuat warga saling bertikai karena adanya warga yang menghina atau saling berselisih paham antar warga lain membuat perang antar suku ini pun terjadi, tanpa melihat tentang pedoman yang ada pada agama maupun etika dalam menyelesaikan masalah. Hanya karena persoalan seperti ini, ratusan nyawa tak bersalah pun melayang pada perang antar suku yang tidak mencerminkan sikap peri kemanusiaan dalam menyelesaikan suatu masalah.

·        BAB III (Individu, Keluarga, dan Masyarakat)
DUNIA ANAK-ANAK TERCEMAR NARKOBA
Narkoba tidak pandang bulu, siapa pun bisa menjadi korbannya tak terkecuali anak-anak dan remaja. Dari 4 juta pengguna narkoba, 70 persen di antaranya adalah mereka yang berusia 14 hingga 20 tahun. Mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut laporannya. Tak salah jika kita mengatakan dunia anak-anak dan remaja adalah masa yang paling indah. Jika kita isi dengan hal-hal yang menyenangkan namun dunia ini akan menjadi neraka ketika mereka terjebak dalam lingkaran setan narkoba.
Lihat saja anak-anak ini rata-rata mereka yang terlibat narkoba ini telah terlibat sejak usia dini. Awalnya mereka menjadi korban kemudian secara kecil-kecilan menjadi pengedar atau kurir. Biasanya anak-anak ini mulai mencoba menghisap ganja, kemudian berlanjut kepada obat-obatan jenis psikotropika lainnya. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan akan obat terlarang ini. Mereka bisa menjadi pengedar kecil-kecilan.
Keterlibatan anak-anak ini juga dikarenakan mudahnya mereka mendapatkan barang-barang haram ini. Mulai dari nongkrong-nongkrong di warung hingga mendatangi langsung sang bandar untuk membelinya.Tak bisa dipungkiri anak-anak turut menjadi korban obat-obatan terlarang. Ironisnya, mereka yang rentan terkena kasus narkoba ini biasanya akibat pengaruh lingkungan seperti mereka yang biasa hidup di jalan dan permukiman kumuh.
Menurut penelitian organisasi perburuhan internasional sekitar 20 persen anak-anak di Jakarta terlibat dan menjadi korban narkoba. Kendati data pertahunnya tersangka kasus anak-anak menurun namun tetap saja mengkhawatirkan. Selain kepolisian, orang tua tentunya harus menjadi ujung tombak dalam perang melawan narkoba ini. Pasalnya deteksi awal gejala pengguna narkoba bisa dilakukan oleh orang tua para pengguna narkoba ini biasanya menunjukkan gejala menyendiri takut dengan orang lain, mudah tersinggung dan sulit diajak bicara. Tentunya peran masyarakat harus lebih besar dalam mencegah peredaran barang haram ini.

·        BAB IV (Pemuda dan Sosialisasi)
Seratusan Siswa Boedoet Bajak Bus Untuk Melayat Temannya
Septiana Ledysia – detikNews
Jakarta-Ratusan siswa SMK Negeri 1 Budi Utomo membajak dua bus Mayasari Bhakti nomor P7 jurusan Pulo Gadung Grogol dan bus Karya Bhakti trayek Tanjung Priuk-Grogol. 100 siswa tersebut menggunakan bus untuk datang ke peringatan meninggalnya kawan mereka setahun yang lalu di daerah Kali Deres, Jakarta Barat.

"Siswa-siswa itu naik di dekat sekolah mereka," kata Kapolsek Polsek Kalideres, Kompol Danu Wiyata saat dihubungi wartawan, Senin (26/11/2012)
Danu mengatakan sebelumnya, kedua bus dihentikan di perbatasan Cengkareng dan Kali Deres oleh tim gabungan dari Polsek Cengkareng dan Kali Deres. "Ternyata siswa-siswa tersebut naik bus tanpa membayar dan memaksa supir mengarahkan bus hingga Kali Deres," ujarnya. Danu juga mengatakan pihak Polsek Kali Deres kemudian mengumpulkan siswa di Pos Polisi Daan Mogot. Menurutnya, saat itu para siswa tersebut membahayakan diri mereka dan pengguna jalan lain karena sebagian naik ke kap bus. Danu menambahkan, saat siswa-siswa tersebut diperiksa polisi tak menemukan potensi tawuran pada rombongan tersebut. "Orang tua almarhum juga sudah dipanggil dan membenarkan bahwa siswa-siswa itu akan melayat," ujar Danu.
Usai diberi pengarahan, siswa kemudian dikawal hingga Grogol dan dipersilakan pulang ke rumah masing-masing.

·        BAB V (Warga Negara dan Negara)
Dalam hal perkawinan campuran antara negara asli indonesia dengan Negara Lain, dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.
Persoalan yang rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran adalah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan yang lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak yang lahir dari perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan, yang dalam UU tersebut ditentukan bahwa yang harus diikuti adalah kewarganegaraan ayahnya. Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya yang warga negara asing.
Definisi anak dalam pasal 1 angka 1 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah : “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
Dengan demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Seseorang yang tidak cakap karena belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya dalam melakukan perbuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Berdasarkan UU Kewarganegaraan yang lama, anak hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya, namun berdasarkan UU Kewarganegaraan yang baru anak akan memiliki dua kewarganegaraan.

·        BAB VI (Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat)
Kasus Ade Irma misalnya, setelah 2 tahun memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan, oleh Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo baru bisa menerimanya. Walau keberhasilannya itu, harus dibayar mahal dengan nyawanya yang tidak tertolong. Ade, satu diantara sekian banyak pemilik sah kartu keluarga miskin yang ditolak keluhan kesehatannya oleh rumah sakit. Risma Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat belas bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis terkena hydrocephalus (kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala penderita semakin besar).
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besar untuk mendanainya. Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.

·        BAB VII (Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan)
Kehidupaan masyarakat desa berbeda dengan masyarakat kota. Perbedaan yang paling mendasar adalah keadaan lingkungan, yang mengakibatkan dampak terhadap personalitas dan segi-segi kehidupan. Kesan masyarakat kota terhadap masyarakat desa adalah bodoh, lambat dalam berpikir dan bertindak, serta mudah tertipu dsb. Kesan seperti ini karena masyarakat kota hanya menilai sepintas saja, tidak tahu, dan kurang banyak pengalaman.Untuk memahami masyarakat pedesaan dan perkotaan tidak mendefinisikan secara universal dan obyektif. Tetapi harus berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah orang, tingal dalam suatu daerah tertentu, ikatan atas dasar unsur-unsur sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdepensi, adanya norma-norma dan kebudayaan.Masyarakat pedesaan ditentukan oleh bentuk fisik dan sosialnya, seperti ada kolektifitas, petani individu, tuan tanah, buruh tani, nelayan dsb.Masyarakat pedesaan maupun masyarakat perkotaan masing-masing dapat diperlakukan sebagai sistem jaringan hubungan yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan masyarakat yang bersangkutan dengan masyarakat lain. Jadi perbedaan atau ciri-ciri kedua masyarakat tersebut dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenotas, perbedaan sosisal, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem lainnya. Contohnya dalam lapangan pekerjaan, sebagian besar masyarakat pedesaan lebih tertarik untuk mencari nafkah di kota, karena di kota lebih luas lapangan kerjanya dari pada di desa, lain halnya masyarakat kota yang selalu memilih tempat liburan ketika ingin mendinginkan fikiran dan hati karena padatnya kehidupan di kota kebanyakan memilih berliburan di daerah - daerah pedesaan.

·        BAB VIII (Pertentangan Sosial dan Integerasi Masyarakat)
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Sekretaris Fraksi PDI-P, Jacobus Majong Padang, mengaku miris atas terjadinya ketimpangan hukum yang kini sedang dipertontonkan oleh pemerintahan SBY-Boediono. Politisi yang kerap disapa Kobu ini berujar, kaum Marhaen—sebutan kaum proletar—kini seakan makin diproklamasikan tertindas, belum merdeka.
"Yang dipertontonkan jelas sekali, perlakuan hukum yang tidak adil. Contoh konkret nenek Minah di Banyumas, Jawa Tengah. Dia dihukum 1,5 bulan karena mencuri 3 buah kakao di kebun. Meski sudah berusaha meminta maaf, aparat tetap menegakkan hukum. Dalih, menegakkan hukum adil bagi yang melanggar hukum," kata Kobu, Sabtu (21/11).
Menurut Kobu, aparat hukum dalam kasus hukum yang dihadapi Minah berusaha menegakkan hukum seakan demi keadilan. Hal ini seakan kontras dengan apa yang terjadi, baik terhadap dugaan penyuapan yang dilakukan Anggodo Widjojo, maupun kasus skandal aliran dana Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun.
"Terkesan, aparat penegak hukum ingin menutupi adanya pencurian uang negara sebesar Rp 6,7 triliun di Bank Century. Keadilan sangat mahal di negeri ini. Kaum Marhaen memang belum merdeka. Pemerintah jangan pertontonkan ketimpangan hukum," kata Kobu lirih.

·        BAB IX (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan)
Warga Miskin Jakarta Bakal Punya Dokter Pribadi 
Ada terobosan lainnya yang akan dilakukan Pemerintah DKI Jakarta periode Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama ini. Selain akan meluncurkan Kartu Jakarta Sehat pada 10 November, Jokowi ingin warga miskin memiliki dokter pribadi. Sehingga penyakit yang diderita bisa segera didiagnosis dan ditangani. Caranya dengan melibatkan mahasiswa fakultas kedokteran di beberapa universitas yang melakukan praktek kerja nyata. "Ingin sekali setiap rumah tangga miskin punya dokter pribadi," ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, di Balai Kota Jakarta, Sabtu 3 November 2012.
Dengan itu, penyakit yang diderita warga miskin bisa segera diketahui. Jika penyakit yang diderita cukup parah, warga pun bisa langsung dirujuk ke rumah sakit yang terdekat. Selain itu, kata Basuki, pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) membuat standar operasional prosedur (SOP) untuk rujukan agar bisa diterapkan di RSUD milik DKI maupun puskesmas. "Sehingga nantinya warga tidak menyerbu ke RSCM, tapi bisa disebar ke RSUD dan puskesmas di Jakarta," ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Dien Emmawati, mengatakan pihaknya bekerja sama dengan 11 universitas yang ada di Jakarta. Antara lain Universitas Indonesia, Trisakti, Atmajaya, Universitas Islam Jakarta, Yarsih, dan Tarumanegara. "Kami akan maksimalkan ko-as (ko-asisten atau asisten dokter) di fakultas kedokteran yang ada di Jakarta," ujarnya. Menurut Dien, untuk memaksimalkan program itu dibutuhkan 500 tenaga. Sebab ada sebanyak 1,2 juta warga miskin yang harus dilayani. "Se-Jakarta butuh 500 ko-as, untuk melayani 1,2 juta jiwa warga miskin," ujar dia.

·        BAB X (Agama dan Masyarakat)

Kerusuhan Ambon (Maluku) yang terjadi sejak bulan Januari 1999 hingga saat ini telah memasuki periode kedua, yang telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang cukup besar serta telah membawah penderitaan dalam bentuk kemiskinan dan kemelaratan bagi rakyat di Maluku pada umumnya dan kota Ambon pada khususnya.Kerusuhan Ambon (Maluku) yang semula menurut pemahaman kalangan masyarakat awam sebagai sebuah tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh suatu tindak/peristiwa kriminal biasa, ternyata berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan adalah merupakan sebuah rekayasa yang direncanakan oleh orang atau kelompok tertentu demi kepentingannya dengan mempergunakan isu SARA dan beberapa faktor internal didaerah (seperti kesenjangan ekonomi, diskriminasi dibidang pemerintahan dll) untuk melanggengkan skenario yang ditetapkan.Begitu matangnya rencana yang dilakukan yang diikuti dengan berbagai penyebaran isu yang menyesatkan, seperti adanya usaha-usaha dari kelompok separatis RMS (Republik Maluku Selatan) yang sengaja diidentifisir dengan Republik Maluku Serani (Kristen), adanya usaha untuk membantai umat Islam di Maluku, keterlibatan preman Kristen Jakarta, isu pemasokan senjata kepada umat Kristen di Maluku dari Israel dan Belanda, serta berbagai isu menyesatkan lainnya telah menimbulkan semakin kuat dan mengentalnya sikap dan prilaku fanatisme terhadap masing-masing agama (Islam dan Kristen).Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan ABRI untuk mengklarifikasi isu-isu yang tidak bertanggung jawab tersebut ternyata tidak mampu meredam kekuatan dari mereka yang menginginkan agar kerusuhan Ambon (Maluku) terus diperpanjang dan diperluas.Penciptaan kondisi ini semakin menguat ketika ABRI (TNI dan Polri) telah dengan sengaja ikut menciptakan konflik yang berkepanjangan melalui penanganan pengendalian keamanan yang tidak profesional dan terkesan bertendensi mengipas-ngipas agar kerusuhan di Maluku tak kunjung selesai.Peranan Pemerintah Daerah, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Militer serta komponen bangsa lainnya yang ada di daerah melalui berbagai upaya rekonsiliasi untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai hanya bersifat "semu" belaka. Satu dan lain hal disebabkan karena tidak ada kemauan yang transparan dalam upaya menyelesaikan pertikaian, juga upaya rekonsiliasi lebih bersifat Top Down dan bukan Bottom Up.

BAB X Agama dan Masyarakat


AGAMA DAN MASYARAKAT

Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang ati dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan relegi dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agama para tasauf.
Bukti-bukti itu sampai pada pendapat bahwaagama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Agama yang diyakini, merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali pada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial dan invidu dengan masyarakat yang seharusnya tidak bersifat antagonis.
Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normative atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya dan seharusnya dilakukan.
Contoh kasus akibat tidak terlembaganya agama adalah “anomi”, yaitu keadaan disorganisasi sosial di mana bentuk sosial dan kultur yang mapan jadi ambruk. Hal ini, pertama, disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama di mana individu merasa aman dan responsive dengan kelompoknya menjadi hilang. Kedua, karena hilangnya consensus atau tumbangnya persetujuan terhadap nilai-nilai dan norma yang bersumber dari agama yang telah memberikan arah dan makna bagi kehidupan kelompok.
1.    Fungsi Agama
Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transdental.
Aksioma teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang mentransendensikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hali itu meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa, maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama. Menurut Roland Robertson (1984), dimensikomitmen agama diklasifikasikan menjadi :
a.Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran tertentu.
b.Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.
c.Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang singkat.
d.Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e.Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling penting bagi agama. Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalh kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas dan sering kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Menurut Roland Robertson, watak masyarakat sekular tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya, sediktnya peranan dalam pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-kebiasaan agama.
Umumnya, Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hal itu menimbulkan pertanyaan apakahan masyarakat sekuler mampu mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional apabila pengaruh agama sudah berkurang.
2.     Pelembagaan Agama
Agama sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara utuh.
a.Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. Sifat-sifatnya:
  1. Agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
  2. Nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
b.Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat, pada saat yang sama, lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan.
Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Pengalaman tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi keagamaan terlembaga. Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan melahirkan krisis kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan struktur dan pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas pada orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah memahami “wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi dari pengalaman ajaran wahyunya.
Lembaga keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
Lembaga ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama penting seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan; tempatnya adalah Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan sebagainya.
Adam dan Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian keduanya berdoa : “Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscayalah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S al-A’raf : 23).
Setelah itu Allah SWT memerintahkan Adam untuk ibadah haji (pergi ke sesuatu untuk mengunjunginya). Saat sampai di suatu tempat (Arafah= tahu, kenal), maka bertemulah ia dengan Hawa setelah diusir dari surge. Sebab itu dalam pelaksanaan ibadah haji, ada ketentuan wukuf (singgah).
Nama nabi Ibrahim a.s selalu dikaitkan dengan Ka’bah sebagai pusat rohani agama Islam (Kiblatnya Islam). Pada suatu peristiwa Allah memerintahkan Jibril membawa Ibrahim a.s, Siti Hajar dan Ismail a.s putranya yang masih kecil ke Makkah dari Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim a.s atas perintah Allah SWT supaya meninggalkan istri dan putranya. Kemudian Ismail menangis meminta air, tentu saja Siti Hajar menjadi khawatir dan gelisah, maka ia pun berlari mencari air ke bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali.
Setelah itu dengan kuasa Tuhan, memancarlah air dari dekat kaki Ismail (sekarang sumur air Zam-zam). Sebab itu, dalam rukun Haji ada Sa’I (berlari kecil) sebanyak tujuh kali di bukit Shafa dan Marwa. Siti Hajar merupak lambang yang bertanggung jawab, tidak pasrah, perjuangan fisik dan meniadakan diri tenggelam ke dalam samudera cinta.
Kurban dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga ini berhubungan dengan sejarah rohani Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Alla SWT untuk menyembelih putranya Ismail a.s, untuk menguji kesempurnaan tauhidnya. Sewaktu penyembelihan akan dilaksanakan, syetan sempat menggoda Ibrahim a.s agar tidak melaksanakan perintah Allah tersebut. Kemudian Ibrahim dan Ismail melemparkan batu ke arah suara syetan itu berasal. Untuk mengenang peristiwa itu, dalam pelaksanaan ibadah haji diwajibkan melempar jumrah (batu).
Sewaktu Ismail akan disembelih oleh Ibrahim a.s, ternyta Allah menggantinya dengan seekor gibas (domba) jantan. Firman Allah : “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan pergi kesana. Barang siapa yang kafir (terhadap kewajiban haji), maka bahwasanya Allah Mahakuasa (tidak memerlukan sesuatu dari alam semesta)” (Q.S 3:97).
Jadi, kewajiban tersebut, esensinya adalah evolusi manusia menuju Allah dengan pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis dari filsafat “pencptaan Adam”, “sejarah”, “keesaan”, “ideology islam”, dan “ummah”.
Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Muhammadiyah, sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai “segolongan dari kaum” mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil munkar)
Dari contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak organisasi keagamaan.
Sumber :

 Haryawantiyoko.Katuuk, Neltje F.MKDU Ilmu Sosial Dasar.1996.Jakarta:Penerbit Gunadarma

BAB IX Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Kemiskinan


ILMU PENGETAHUAN
1. PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN
Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu (Admojo, 1998). Mulyadhi Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah :
• Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
• Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
• Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
• Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
• Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika …. maka “.
• Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto, 2003).
Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau menggunakan logika deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan berpikir rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini sering pengetahuan yang diperoleh tidak sesuai dengan fakta.
Secara lebih jelas ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi. Sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar, dan tempat lainnya yang belum tersusun dengan baik.
“ Ilmu pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua kata, “ ilmu “ dan “ pengetahuan “, yang masing-masing punya identities sendiri-sendiri. Dikalangan ilmuwan ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum dan akumulatif. Pengertian pengetahuan sebagai istilah filsafat tidaklah sederhana karena bermacam-macam pandangan dan teori (epistemologi), diantaranya pandangan Aristoteles, bahwa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi. Dan oleh Bacon & David Home pengetahuan diartikan sebagai pengalaman indera dan batin.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu ; ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Epistemologis hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh ilmu pengetahuan. Ontologis dapat diartikan hakekat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup ujud yang menajdi objek penelaahannya. Atau dengan kata lain ontologism merupakan objek formal dari suatu pengetahuan. Komponen aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian, meliputi objek material sebagai bahan yang menadi tujuan penelitian bulat dan utuh, serta objek formal, yaitu sudut pandangan yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian. Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan. Dimulai dengan pengamatan, yaitu suatu kegiatan yang diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk sistemasi, kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara berpikir analitis, sistesis, induktif dan deduktif. Yang terakhir ialah pengujian kesimpulan dengan menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencari berbagai hal yang merupakan pengingkaran.
2. SIKAP ILMIAH
Sikap ilmiah yang dimaksud adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang peneliti. Untuk dapat melalui proses penelitian yang baikdan hasil yang baik pula, peneliti harus memiliki sifat-sifat berikut ini.
1) Mampu Membedakan Fakta dan Opini
Fakta adalah suatu kenyataan yang disertai bukti-bukti ilmiah dandapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, sedangkan opini adalahpendapat pribadi dari seseorang yang tidak dapat dibuktikankebenarannya sehingga di dalam melakukan studi kepustakaan, seorangpeneliti hendaknya mampu membedakan antara fakta dan opini agarhasil penelitiannya tepat dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkankebenarannya.
2)Berani dan Santun dalam Mengajukan Pertanyaan dan Argumentasi
Peneliti yang baik selalu mengedepankan sifat rendah hati ketikaberada dalam satu ruang dengan orang lain. Begitu juga pada saatbertanya, berargumentasi, atau mempertahankan hasil penelitiannya akansenantiasa menjunjung tinggi sopan santun dan menghindari perdebatansecara emosi. Kepala tetap dingin, tetapi tetap berani mempertahankankebenaran yang diyakininya karena yakin bahwa pendapatnya sudahdilengkapi dengan fakta yang jelas sumbernya.
3) Mengembangkan Keingintahuan
Peneliti yang baik senantiasa haus menuntut ilmu, ia selalu berusahamemperluas pengetahuan dan wawasannya, tidak ingin ketinggalaninformasi di segala bidang, dan selalu berusaha mengikuti perkembanganilmu pengetahuan yang semakin hari semakin canggih dan modern.
4) Kepedulian terhadap Lingkungan
Dalam melakukan penelitian, peneliti yang baik senantiasa peduliterhadap lingkungannya dan selalu berusaha agar penelitian yangdilakukannya membawa dampak yang positif bagi lingkungan dan bukan sebaliknya.

TEKNOLOGI
Teknologi adalah pemanfaatan ilmu untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mengerahkan semua alat yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan skala nilai yang ada. Teknologi bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis serta untuk mengatasi semua kesulitan yang mungkin dihadapi.
Selain menimbulkan dampak positif bagi kehidupan manusia, terutama mempermudah pelaksanaan kegiatan dalam hidup, teknologi juga memiliki berbagai dampak negatif jika tidak dimanfaatkan secara baik. Contoh masalah akibat perkembangan teknologi adalah kesempatan kerja yang semakin kurang sementara angkatan kerja makin bertambah, masalah penyediaan bahan-bahan dasar sebagai sumber energi yang berlebihan dikhawatirkan akan merugikan generasi yang akan datang.
Dalam konsep yang pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan bahwa pengetahuan (body ofknowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state of arts ) yang mengandung pengetian berhubungan dengan proses produksi; menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan ketrampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi. “secara konvensional mencakup penguasaan dunia fisik dan biologis, tetapi secara luas juga meliputi teknologi sosial, terutama teknoogi sosial pembangunan (the social technology of development) sehingga teknologi itu adalah merode sistematis untuk mencapai tujuan insani (Eugene Stanley, 1970).
Teknologi memperlihatkan fenomenanya alam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis. Jacques Ellul dalam tulisannya berjudul “the technological society” (1964) tidak mengatakan teknologi tetapi teknik, meskipun artinya sama. Menurut Ellul istilah teknik digunakan tidak hanya untuk mesin, teknologi atau prosedur untuk memperoleh hasilnya, melainkan totalitas metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi (untuk memberikan tingkat perkembangan) dalam setiap bidang aktivitas manusia. Jadi teknologi penurut Ellul adalah berbagai usaha, metode dan cara untuk memperoleh hasil yang distandarisasi dan diperhingkan sebelumnya.
Dari perspektif sejarah, seperti digambarkan oleh Toynbee (2004, 35) teknologi merupakan salah satu ciri khusus kemuliaan manusia bahwa dirinya tidak hidup dengan makanan semata. Teknologi merupakan cahaya yang menerangi sebagian sisi non material kehidupan manusia. Teknologi, lanjut Toynbee (2004, 34) merupakan syarat yang memungkinkan konstituen-konstituen non material kehidupan manusia, yaitu perasaan dan pikiran , institusi, ide dan idealnya. Teknologi adalah sebuah manifestasi langsung dari bukti kecerdasan manusia.
FENOMENA TEKNIK
Fenomena teknik pada masyarakat masa kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagia berikut:
1.    Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional
2.    Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3.    Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis  menjadi kegiatan teknis
4.    Teknik berkembang pada suatu kebudayaan
5.    Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling bergantung
6.    Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan
7.    otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang berkembang degnan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya bidang teknik digambarkan sebagaia berikut : 
1.    Teknik meluputi bidang ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang industri. Dengan teknik, mampu mengkonsentrasikan capital sehingga terjadi sentralisasi ekonomi
2.    Teknik meliputi bidang organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
3.    Teknik meliputi bidang manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sector kehidupan manusia, manusia semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi manusia yang bebas dari pengaruh teknik.
NILAI
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli.
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach, 1973 hal. 5)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about desirable or undesireable goals or end-states.” (Feather, 1994 hal. 184)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles in the life of a person or other social entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)
Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. 
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai, yaitu (1) suatu keyakinan, (2) berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup manusia yang universal, yaitu :
1.    kebutuhan individu sebagai organisme biologis
2.    persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal
3.    tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz, 1992, 1994).

KEMISKINAN
 Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan  apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal :
 1.    Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan2.    Posisi  manusia dalam lingkungan sekitar3.    Kebutuhan objectif manusia untuk bisa hidup secara manusiawiPersepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, adat istiadat, dan sistem nilai yang dimiliki. Dalamhal ini garis kemiskinan dapat tinggi atau rendah. Terhadap posisi manusia dalam lingkungan sosial, bukan ukuran kebutuhan pokok yang menentukan, melainkan bagaimana posisi pendapatannya ditengah-tengah masyarakat sekitarnya. Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi ditentukan oleh komposisi pangan apakah benilai gizi cukup dengan nilai protein dan kalori cukup sesuai dengan tingkat umur, jenis kelamin, sifat pekerjaan, keadaan iklim dan lingkungan yang dialaminya.
Berdasarkan ukuran ini maka mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

1.    Tidak memiliki factor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan. Dll
2.    Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan ataua modal usaha
3.    Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman SD
4.    Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas
5.    Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai ketrampilan.
FUNGSI KEMISKINAN
Jika kita menganut teori fungsionalis dan statistika (Davis), maka kemiskinan memiliki sejumlah fungsi :
1.    Fungsi ekonomi : penyediaan dana untuk pekerjaan tertentu, menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja baru dan memanfaatkan barang bekas.
2.    Fungsi sosial : menimbulakan altruisme (kebaikan spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan hidup bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain dan merangsang munculnya badan amal.
3.    Fungsi kultural : sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya budaya saling mengayomi antara sesama manusia.
4.    Fungsi politik : sebagai kelompok gelisah atau masyarakat marginal untuk saling bersaing  bagi kelompok lain.
SUMBER :